Saya sudah mengenal gadis ini sejak dia masih balita. Dibawa konsul oleh ibunya karena wataknya yang keras dan membantah, maunya- maunya. Sebenarnya, anak ini sangat pintar dan “determined”- kokoh pendirian atau yang biasa disebut orang keras kemauannya. Banyak sekali orang tua tidak menyadari bahwa anak yang pintar melihat suatu masalah dengan sudut pandang yang berbeda. Karenanya, tidak sengaja ortu acapkali menyalahkan pendapat anak karena pendapat tersebut tidak lazim.
Semakin bertambah usia perilakunya menjadi semakin kompleks. Saya sudah menemukan kunci utamanya sejak awal, anak ini perlu kehangatan dan perhatian ayahnya. Dia menginginkan ayahnya mengajaknya bicara seperti ayah ayah temannya dan bersedia mendiskusikan pilihan2nya. Ia juga rindu ayahnya menyapa perasaannya. Sayang, semua itu tinggal harapan.
Saya sudah mengingatkan pasangan ini kekawatiran saya akan kemungkinan akibatnya nanti kalau sebelum baligh persoalan ini tidak terselesaikan. Ayahnya mengetest pendapat saya dengan mengatakan : “Bukannya semua remaja memang suka bertingkah seperti anak saya bu?”.
“ Ya benar pak, serupa tapi tidak sama. Karena ada perbedaan individual, perbedaan peran orang tua dan tingkat keinginan orang tua untuk mau berubah atau tidak. Seperti halnya kita dulu pak, masa remaja memang banyak masalah yang timbul dan dirasakan. Tapi, satu hal yang bapak dan ibu harus ingat benar, zaman telah berganti. Anak anda hidup di era Digital. Rumah anda wifi, TV berbayar, HP canggih ditangan dan Games tersedia. Dampak dari semua itu pak sulit dikendalikan dan berpotensi merusak otak. Sementara putri bapak dan ibu sudah “berbekal masalah “ sejak kecil”, ujar saya tenang dan berusaha meyakinkan mereka..
Saya sudah mengingatkan pasangan ini kekawatiran saya akan kemungkinan akibatnya nanti kalau sebelum baligh persoalan ini tidak terselesaikan. Ayahnya mengetest pendapat saya dengan mengatakan : “Bukannya semua remaja memang suka bertingkah seperti anak saya bu?”.
“ Ya benar pak, serupa tapi tidak sama. Karena ada perbedaan individual, perbedaan peran orang tua dan tingkat keinginan orang tua untuk mau berubah atau tidak. Seperti halnya kita dulu pak, masa remaja memang banyak masalah yang timbul dan dirasakan. Tapi, satu hal yang bapak dan ibu harus ingat benar, zaman telah berganti. Anak anda hidup di era Digital. Rumah anda wifi, TV berbayar, HP canggih ditangan dan Games tersedia. Dampak dari semua itu pak sulit dikendalikan dan berpotensi merusak otak. Sementara putri bapak dan ibu sudah “berbekal masalah “ sejak kecil”, ujar saya tenang dan berusaha meyakinkan mereka..
Hari berlalu,minggu berganti bulan, bulan menjadi tahun dan tahun.. Hidup tenggelam dalam rutinitas yang mekanistik.
Suatu hari hanya ibu itu dan gadisnya yang datang. Pastilah keluhannya meningkat : Anak semakin keras, sulit diajak kerjasama tidak terima nasihat apalagi batasan atau larangan. Dia sekarang raja bagi dirinya, termasuk menentukan jam pulang dan bahkan pergi sudah tidak pamit atau berkilah: perginy ke A sebenarnya ke B! Ibu ini dengan berurai air mata mengisahkan berbagai upaya yang sudah dilakukannya, tapi dia bingung kenapa anaknya sedikit sekali berubah. Lalu saya tanyakan bagaimana ayahnya. Ibu ini menjelaskan ayahnya semakin sibuk saja, semakin tidak punya waktu dengan anak anaknya bahkan juga dengan dia, istrinya..
Saya menjelaskan kembali, betapa pentingnya peran ayah, karena di zaman seperti ini dibutuhkan pengasuhan berdua/dual atau co- parenting. Bukankah ibu tidak bisa hamil tanpa bapak bu?. Artinya bukankah kita berdua yang diberi amanah oleh Allah dengan tanggung jawabnya masing masing?.
Sebagaimana istri istri lainnya, ibu ini sebenarnya mengerti semua apa yang saya sampaikan dan menerimanya, tetapi seperti halnya ibu ibu lain juga, ibu ini tetap berupaya keras mengajukan pembelaan pembelaan yang terkesan menunjukkan keterpaksaannya menerim situasi ke”tidak hadiran” ayah dalam pengasuhan anaknya karena alasan bekerja dan karir yg dia “Kalah Kata” dalam mengingatkan suaminya.
Saya menjelaskan kembali, betapa pentingnya peran ayah, karena di zaman seperti ini dibutuhkan pengasuhan berdua/dual atau co- parenting. Bukankah ibu tidak bisa hamil tanpa bapak bu?. Artinya bukankah kita berdua yang diberi amanah oleh Allah dengan tanggung jawabnya masing masing?.
Sebagaimana istri istri lainnya, ibu ini sebenarnya mengerti semua apa yang saya sampaikan dan menerimanya, tetapi seperti halnya ibu ibu lain juga, ibu ini tetap berupaya keras mengajukan pembelaan pembelaan yang terkesan menunjukkan keterpaksaannya menerim situasi ke”tidak hadiran” ayah dalam pengasuhan anaknya karena alasan bekerja dan karir yg dia “Kalah Kata” dalam mengingatkan suaminya.
Pekan lalu, ibu tersebut menghubungi saya dan mengatakan sungguh suatu bencana telah terjadi dengan gadisnya tersebut, yang anda pasti tahu apa yang saya maksudkan. Saya tetap memberinya dukungan dengan rasa keibuan saya, saran dan pilihan pilihan jalan keluar.
Waktu menunjukkan, bahwa bila ayah membiarkan dirinya sejak awal “kalah kata” dengan anaknya dan istri “kalah kata” dengan suaminya, maka mereka bersama akan sampai pada suatu waktu dimana mereka menuai bencana. Apabila sudah dititik nadir seperti ini, Kalaupun ayah berubah apa gunanya?. Semua sudah kadung, orang tua hanya merasa bersalah, Rasanya ingin memutar kembali perjalanan waktu dan bingung memulainya dari mana.
Semakin hari semakin banyak kasus seperti ini kami hadapi.
Agar hal ini tidak terjadi pada anda, marilah kita mengingat dan mencoba beberapa hal berikut ini.
1.Ketika benih mulai tumbuh dalam rahim, kitalah ayah dan ibu yang
diberi amanah oleh Allah.
diberi amanah oleh Allah.
2.Memang sesungguhnya tanggung jawab ayah bukan hanya menjadi
pencari nafkah tapi juga mendidik istri dan anaknya. Ini akan
dipertanggung jawabkan ayah di hadapan Pemberi amanah suatu
waktu nanti.
pencari nafkah tapi juga mendidik istri dan anaknya. Ini akan
dipertanggung jawabkan ayah di hadapan Pemberi amanah suatu
waktu nanti.
3.Karena itulah, sebagai pendidik, ayah harus punya waktu untuk
mengenali orang orang yang akan didiknya : Istri dan anak anaknya.
Mengenal manusia tidak mudah dan yang lebih tidak mudah lagi adalah
bagi ayah untuk mengenali dirinya sendiri.
mengenali orang orang yang akan didiknya : Istri dan anak anaknya.
Mengenal manusia tidak mudah dan yang lebih tidak mudah lagi adalah
bagi ayah untuk mengenali dirinya sendiri.
4.“Parenting is all about wiring”. Parenting cenderung di turun temurunkan
tidak sengaja. Karena otak akan membentuk kebiasaan dari
pengalaman yang diperoleh seorang anak. Apa yang biasa diterima
seorang anak maka itulah yang akan dilakukannya nanti ketika
menjadi orang tua. Anak yang biasa dicubit akan menjadi ibu pencubit.
Anak yang biasa dipukul akan menjadi ayah penggampar. Yang dulu
dibesarkan dengan pukulan sapu lidi atau ikat pinggang akan
mengenakan hal yang sama pada anaknya lepas dari tingginya jenjang
pendidikan dan pangkat yang diraihnya. Begitu juga ayah yang dingin,
diam, berjarak dan jarang menyapa, akan minta dan mengharapkan
istrinya menjadi kurir penyampai semua pesan.
Kecuali mereka yang bersungguh sungguh berjuang mengalahkan
dirinya sendiri, UNTUK TIDAK MENGULANG SEJARAH! Lahir sebagai
ayah BARU.
tidak sengaja. Karena otak akan membentuk kebiasaan dari
pengalaman yang diperoleh seorang anak. Apa yang biasa diterima
seorang anak maka itulah yang akan dilakukannya nanti ketika
menjadi orang tua. Anak yang biasa dicubit akan menjadi ibu pencubit.
Anak yang biasa dipukul akan menjadi ayah penggampar. Yang dulu
dibesarkan dengan pukulan sapu lidi atau ikat pinggang akan
mengenakan hal yang sama pada anaknya lepas dari tingginya jenjang
pendidikan dan pangkat yang diraihnya. Begitu juga ayah yang dingin,
diam, berjarak dan jarang menyapa, akan minta dan mengharapkan
istrinya menjadi kurir penyampai semua pesan.
Kecuali mereka yang bersungguh sungguh berjuang mengalahkan
dirinya sendiri, UNTUK TIDAK MENGULANG SEJARAH! Lahir sebagai
ayah BARU.
5. Semua kita tanpa kecuali, punya sejarah kita masing masing : ayah
atau pun ibu. Sebagian bahkan memanggul beban sampah emosi yang
sangat banyak dan berat yang tertimbun dibawah sadarnya. Ta pi kita
telah memilih menjadi ayah ibu. Pilihan selalu punya konsekuensi. Dan
konsekuensi itulah yang harus kita tanggungkan sekarang ini.
atau pun ibu. Sebagian bahkan memanggul beban sampah emosi yang
sangat banyak dan berat yang tertimbun dibawah sadarnya. Ta pi kita
telah memilih menjadi ayah ibu. Pilihan selalu punya konsekuensi. Dan
konsekuensi itulah yang harus kita tanggungkan sekarang ini.
Tidak ada jalan lain, atas nama Pemberi amanah : Allah yang Maha
Pengasih dan Penyayang, kita harus berani memutus mata rantai
sejarah masa lalu kita . Seperti sebagian kecil ayah diatas, lakukan lah
berbagai cara dan upaya, lahirlah sebagai AYAH BARU Untuk
memanggul beban baru : Ayah di Era Digital!. Bila tak mampu
melakukannya sendiri datanglah pada ahlinya.
Pengasih dan Penyayang, kita harus berani memutus mata rantai
sejarah masa lalu kita . Seperti sebagian kecil ayah diatas, lakukan lah
berbagai cara dan upaya, lahirlah sebagai AYAH BARU Untuk
memanggul beban baru : Ayah di Era Digital!. Bila tak mampu
melakukannya sendiri datanglah pada ahlinya.
6.Seandainya anda berani untuk mencoba karena Allah, besok pagi
mulailah menyapa pendek anak anda, walau terasa janggal karena
tidak biasa. Belajarlah sekarang menebak PERASAAN anak anda
dengan MEMBACA BAHASA TUBUHNYA. Rubahlah dari perkataan
biasa : Sudah bangun? Sudah siap belum ? Apakah kamu sudah
sholat? Tugasmu sudah kau kerjakan belum ?
mulailah menyapa pendek anak anda, walau terasa janggal karena
tidak biasa. Belajarlah sekarang menebak PERASAAN anak anda
dengan MEMBACA BAHASA TUBUHNYA. Rubahlah dari perkataan
biasa : Sudah bangun? Sudah siap belum ? Apakah kamu sudah
sholat? Tugasmu sudah kau kerjakan belum ?
Gantilah dengan kosa kata perasaan, yang terdiri 4 – 8 kata baru :
“Kelihatannya sama ayah kau segar pagi ini”. “ Sepertinya ada yang
membebani pikiranmu ya ?”, “Terkesan sama ayah kayaknya kamu
agak sedih?” , “ Bersemangat sekali kamu pagi ini ada apa nih?”
“Kelihatannya sama ayah kau segar pagi ini”. “ Sepertinya ada yang
membebani pikiranmu ya ?”, “Terkesan sama ayah kayaknya kamu
agak sedih?” , “ Bersemangat sekali kamu pagi ini ada apa nih?”
7.Perubahan tentu tidak mudah, perlu proses. Semua akan menggeliat,
untuk kemudian akan terbiasa. Siap menjalani dan mengalami berbagai
reaksi dari sebuah proses perubahan. Dalam hatinya anak tentu
bertanya : “Hhh.. ayahku bukan ya ?” “ Apa yang terjadi pada ayahku?
Mimpi apa ya dia semalam?” dan berjuta dugaan lainnya. Tapi dia pasti
menjawab dengan hati yg mulai merekah.
untuk kemudian akan terbiasa. Siap menjalani dan mengalami berbagai
reaksi dari sebuah proses perubahan. Dalam hatinya anak tentu
bertanya : “Hhh.. ayahku bukan ya ?” “ Apa yang terjadi pada ayahku?
Mimpi apa ya dia semalam?” dan berjuta dugaan lainnya. Tapi dia pasti
menjawab dengan hati yg mulai merekah.
Rasakan pelan pelah hasilnya.
Mari berjuang mengalahkan diri sendiri .. Lahirlah sebagai AYAH BARU
menghadapi tantangan baru .
Mari berjuang mengalahkan diri sendiri .. Lahirlah sebagai AYAH BARU
menghadapi tantangan baru .
Selamat berusaha, selamat berjuang !
Kalau orang lain bisa, Kita pasti bisa!!
Bekasi, dipenghujung malam,
13 Maret 2014, Elly Risman
13 Maret 2014, Elly Risman