Oknum Sesat dalam Tasawuf



Laki-laki pendek berambut ikal yang rapi dengan peci dan pakaian Muslimnya ini duduk melingkar bersama teman-teman seusianya. Mereka terlibat aktif dalam diskusi terkait beberapa pembahasan dalam agama yang mulia ini. Dengan wajah sumringah, diskusi semakin seru lantaran ditingkahi canda para peserta diskusi.
Fulan, sebut saja demikian, menjadi sentral pembicara dalam diskusi itu. Sosok pendiam yang sehari-hari menjadi tukang kayu ukir ini menyampaikan beberapa persoalan terkait beberapa tafsir ayat al-Qur’an yang mulia.
“Inti dari shalat,” tutur laki-laki tertua dan satu-satunya dalam sebuah keluarga ini, “adalah mengingat Allah Ta’ala.” Sosok yang pernah menempuh pendidikan di salah satu Pondok Pesantren bilangan Jepara Jawa Tengah ini pun mengutip ayat al-Qur’an, “Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (Allah).”
“Jadi,” lanjutnya menyampaikan penafsiran versinya, “intinya ingat kepada Allah Ta’ala. Jika shalat, tapi luput dari menyebut dan mengingat nama Allah Ta’ala, maka shalatnya percuma.” Sebagai pamungkas, laki-laki yang hobinya bermain sepak bola ini menyimpulkan, “Lebih baik tidak shalat, tapi ingat Allah Ta’ala. Daripada shalat tapi melupakan Allah Ta’ala.”
Para peserta diskusi yang sebagian besarnya tidak banyak tahu ilmu agama pun hanya menyimak sembari membenarkan perkataan Fulan. Mereka sepakat dan mengingat penyampaian itu sebagai salah satu bagian ajaran dari thariqah yang mereka ikuti. Memang, Fulan sudah bergabung lebih dahulu dan diklaim lebih berilmu dari peserta-peserta diskusi lainnya.
***
Seperti inilah gambaran kesesatan yang terjadi dalam tubuh Islam. Tasawuf pun menjadi korban. Jalan yang sedianya ditempuh oleh para peserta thariqah yang sudah dibaiat ini menjadi salah kaprah karena adanya oknum seperti ini.
Mereka ini, dan banyak lagi yang lainnya, merasa bisa sehingga berani menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sesuai versinya masing-masing. Jika pun diriwayatkan dari gurunya, mereka abai dari melakukan cek validitas, apakah ajaran tersebut benar atau sudah dibumbui kesalahan yang terlihat benar.
Sejatinya, para penyeru di jalan tasawuf mula-mula adalah orang shalih yang memahami syariat Islam. mereka menjalankan agama secara runut, dari syariat, thariqah, hakikat hingga makrifat. Dijalani dari bawah sampai ke atas, dikerjakan secara bersamaan. Tidak parsial, apalagi meremehkan tingkatan paling dasar hanya karena merasa sudah berada di tingkat yang lebih tinggi.
Berbincang soal tasawuf, sejatinya, ianya merupakan jalan yang kudu ditempuh oleh para pejalan di jalan Allah Ta’ala. Sebab tasawuf merupakan perpaduan antara akidah yang bersih, jiwa yang murni, ibadah yang shahih, dan akhlak yang penuh pesona.