Suatu hari Rasulullah saw menjenguk putrinya, Fatimah Az-Zahra. Tampaklah Fatimah tengah membuat tepung dengan alat penggiling sembari menangis.
“kenapa menangis Fatimah?” tanya Rasulullah.
Jawab Fatimah, ”Ayah, aku ini menangis hanya karena batu penggiling ini. Dan lagi, aku menangisi kesibukanku yang silih berganti.”
Kemudian Rasulullah duduk di sisi putrinya itu dan fatimah melanjutkan kata-katanya, ”mintalah kepada Ali untuk membeli seorang budak untuk membantu pekerjaanku ini.”
Setelah mendengar penuturan putrinya Rasulullah bangkit dari duduknya menuju penggilingan. Beliau memungut segenggam gandum dan memasukkannya ke penggilingan. Dengan mengucapkan basmallah maka berputarlah alat penggiling itu atas seizin allah.
Beliau terus memasukkan biji-biji gandum sementara alat penggiling itu juga terus berputar sendiri sampai biji-biji gandum itu habis. Kemudian Rasulullah berkata kepada alat penggiling itu, berhentilah atas izin allah.”
Seketika alat penggiling itu berhenti. Ia berkata sambil mengutip ayat al-quran, ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak pernah mendurhakai allah terhadap apa yang diperintahkannya, dan mereka selalu mengerjakan yang diperintahkan.” (At-Tahrim ayat 6)
Merasa takut mendengar neraka, batu itu berbicara dengan fasih atas izin Allah,” ya Rasulullah, demi zat yang mengutusmu dengan hak menjadi Nabi dan Rasul-Nya. Seandainya engkau perintahkan aku untuk menggiling biji-bijian yang ada dari jagat timur dan barat, pastilah akan kugiling semua.”
Rasulullah bersabda, ”Hai batu, bergembiralah kamu, karena kelak kamu adalah batu yang akan dijadikan untuk membangun gedung Fatimah di surga.”
Seketika itu batu penggiling itu berhenti. Kemudian Nabi Saw, bersabda kepada putrinya, ”kalau Allah berkehendak, hai Fatimah, pasti batu penggiling itu akan berputar sendiri untukmu. Tetapi Allah berkehendak untuk mencatat kebaikan-kebaikan untuk dirimu dan menghapus keburukan-keburukanmu serta mengangkat derajatmu.”
Sabar menghadapi dinamika rumah tangga
Dari kisah di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa seberat apapun pekerjaan kita sebagai ibu rumah tangga kita tetap harus bersyukur. Bagaimana tidak bersyukur, sementara Allah telah menyiapkan pahala yang berlipat-lipat untuk kerja keras dan kesabaran kita dalam urusan domestik rumah tangga dan melayani suami tercinta.
Urusan rumah tangga memang sangat kompleks. Jangankan ada waktu untuk sekedar membaca buku, bahkan hanya untuk meluruskan tulang punggung pun mungkin (bagi sebagian ibu) sangat sulit. Setelah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, pekerjaan lain menunggu untuk segera dikerjakan.
Dibalik semua kesibukan itu, kita bisa merenung bagaimana perjuangan wanita-wanita salehah di dalam sejarah islam. Selain keteguhan Fatimah Az-Zahra, kita juga bisa mencontoh Ketangguhan Asma Binti Abu Bakar, Siti Haja, Maryam Binti Imran dan Asiyah. Dengan begitu, kita akan selalu ikhlas dalam mengerjakan seluruh urusan domestik rumah tangga dan berbagai dinamikanya. Inysa allah.