MUI: Sistem kredit ibadah haji langgar ajaran Islam



Majelis Ulama Indonesia mengkritisi sistem kredit pembiayaan ibadah haji dan umrah di perbankan syariah Indonesia yang dianggap mempromosikan umat Islam melakukan utang. Harusnya, perbankan syariah menerapkan sistemnya sesuai ajaran Islam.
"Islam tidak menganjurkan untuk berutang kecuali dalam keadaan terpaksa. Berbalik 180 derajat, kini malah perbankan syariah yang didasari pembentukannya dengan syariat Islam malah melakukan promosi besar-besaran untuk mengajak umat Islam berutang," ujar Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama KH Yusnar Yusuf, seperti dilansir Antara, Minggu (28/2).
Namun saat ini, Yusnar melihat perkembangannya malah menjadi bertolak belakang dengan ajaran Islam. Bahkan, lanjut dia, ajakan untuk berutang justru melirik pangsa haji dan umrah. Alasan keterbatasan finansial menjadikan bank syariah seolah hadir sebagai pahlawan dan mengabaikan bahwa haji dan umrah dilakukan bagi umat Islam yang memiliki kesanggupan.
"Tak heran jika daftar tunggu haji semakin panjang akibat pembiayaan utang ini, rata-rata 19 tahun, pastinya pertumbuhan daftar tunggu juga akan terus meningkat. Ini tidak benar dan menjadi bank yang tidak mandiri. Market share hanya kisaran 4,5 persen," kata dia.
Untuk itu, MUI bakal membuat surat resmi kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali soal kedudukan perbankan syariah. "Jika tidak ada juga reaksi, maka kami akan mengajukan naskah akademik kepada DPR RI untuk merevisi UU 21 Tahun 2008 yang saat ini sedang kami proses. Jangan manfaatkan ibadah untuk keuntungan apalagi mengajarkan umat Islam untuk berutang soal ibadah, ini akan menjadi budaya buruk nantinya ke depan," jelas dia.
Sementara itu, Pengamat ekonomi syariah Affan Rangkuti mengatakan yang menjadi permasalahan adalah adanya fasilitas uang muka (down payment/DP) bagi ibadah haji dan umrah dengan skema pembiayaan yang sama dengan sistem kredit pada umumnya.
"Artinya jemaah bisa berangkat berhaji atau umrah walau belum lunas pembayarannya, ini kan berarti meninggalkan utang yang tidak diajarkan dalam Islam. Selain itu bisa saja ke depannya ibadah ini dituding penyumbang kemiskinan Indonesia, boleh jadi puluhan ribu jemaah umrah tertipu dan terlantar akibat umrah dengan biaya murah yang ditenggarai adanya peran utang," kata Affan.
Dia menambahkan, perbankan syariah saat ini melakukan praktik pembiayaan ibadah haji dan umrah dengan skema kredit, termasuk perbankan syariah berplat merah. Hal tersebut, kata Affan, tidak terlepas dari Undang Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Haji yang menempatkan dana haji di bank syariah.
"Sebetulnya tidak apa-apa, namun karena di kita masih menganut sistem dualisme perbankan konvensional dan syariah, jadi bermasalah. Karena bank syariah tidak melulu bicara suku bunganya nol persen, tapi juga etika, moral dan akhlak dalam berbisnis," pungkas dia.
Sejumlah perbankan syariah melakukan praktik kredit dalam pembiayaan untuk menjalankan Rukun Islam kelima tersebut. Namun kebanyakan mencantumkan fasilitas pelunasan setelah ibadah dilaksanakan, pada produk pembiayaan umrah, antara lain Permata Bank Syariah, Bank BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Mandiri Syariah.
[sau]