Bagaimana Islam Sikapi Jenazah Bagi Bayi keguguran atau Baru lahir?



Sahabat Ummi, dalam masyarakat awam masih terjadi perdebatan saat mendapati wanita keguguran, bagaimanakah cara merawat bayi  atau hasil kegugurannya? Atau saat bayi sudah lahir dan meninggal, apakah sudah wajib dimandikan dan dishalatkan? Hal-hal seperti ini memang tidak terlalu menjadi perhatian dalam masyarakat, hingga terkadang merawat jenazah bayi atau hasil dari keguguran masih menjadi tanda Tanya.
Menurut ulama ada tiga hal yang dihukumi atas bayi keguguran atau baru lahir:
1. Saat lahir bayi itu, ia mengeluarkan suara, menangis atau tidak mengeluarkan suara namun sudah minum susu atau sudah bisa melihat, ataupun ada pergerakan yang menunjukkan ada kehidupan pada dirinya, kemudian ia meninggal dunia, maka hukumnya ia dimandikan dan  dishalatkan. Hal ini sesuai kesepakatan ulama yang diyakini ada kehidupan dari padanya dengan sebuah hadist yang menjelaskan: “Bayi yang lahir mengeluarkan suara maka berhak harta warisan dan dishalatkan”.
'Anak kecil tidak dishalati, tidak mewarisi harta dan tidak bisa diwarisi hartanya, sampai ia menjerit". (Sunan Turmudzi, no.1032)
2. Jika tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti bergerak, menangis  tidak meminum susu ibunya dan sejenisnya, dan  keguguran belum sampai batas tertiupnya ruh pada dirinya (dalam kandungan usia 4 bulan keatas), maka ulama bersepakat bayi tersebut tidak dishalati, tidak dimandikan  menurut madzab Syafi’iyyah , karena hukum memandikan lebih ringan daripada menshalatkan. 
"Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan RUH kepadanya." (Shahih Bukhari, no.3208 dan Shahih Muslim, no.2643)
Adapula pendapat ulama mengenai hal ini yakni:
a. Jika bayi tersebut belum dimungkinkan hidup, maka tidak ada kewajiban untuk memandikannya, juga dikafani dan tidak wajib pula untuk dishalati, namun disunahkan untuk dimandikan, dibungkus dengan kain dan dikubur.
b. Apabila keluarnya hanya berupa gumpalan daging saja atau gumpalanaa darah, maka hanya disunatkan untuk menguburkan saja tanapa dibungkus dengan kain.
3. Namun jika bayi yang keguguran itu sudah berumur 4 bulan keatas  dalam kandungan, maka:
a. Menurut pendapat paling azhar ia tidak boleh dishalatkan, tapi boleh dimandikan.
b. Bila ia bergerak, maka dishalatkan  dan menurut pendapat yang paling  azhar ia tidak boleh dishalatkan, tapi boleh dimandikan. (Kifaayah al-Akhyaar)
Untuk itu, sahabat Ummi, bisa disimpulkan beberapa hal: yakni apabila bayi lahir menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka dihukumi seperti orang dewasa saat meninggal yakni dimandikan, dikafani dan dishalatkan, namunjika tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan maka tidak wajib dimandikan, dikafani dan disholatkan, hanya sunah untuk mandi, dibungkus kain lalu dimakamkan. Dan apabila hanya seperti gumpalan daging atau darah, maka hanya sunat dibungkus kain dan dikuburkan.
Referensi:
1. Candra Nila MD, 2013, 202 Tanya Jawab Fikih Wanita, Al Maghfirah, Jakarta